September 25, 2023

Menggembala Kerbau


Saya pernah menggembalakan kerbau. Itik juga. Waktu itu masih kelas 5.

Karena melihat anak-anak lain jalan-jalan dengan kerbaunya, saya jadi pengen juga. Waktu itu kerbaunya ditaruh di dapur, mungkin biar makin sulit klo mau dicuri. Satu ekor saja.

Pagi-pagi sekali, kerbaunya saya bawa cari rumput. Ini sebenarnya ga boleh, klo ketahuan pasti ga izinin. Atau dimarahin.

Setelah saya keluarin dari dapur baru saya sadar, ternyata kerbau itu besar sekali. Saat kesulitan naik punggungnya, sama orang yang lihatin diajarin klo naik dari kepalanya. Lebih mudah klo sambil pegangan di tanduknya.

Kerbaunya saya bawa ke persawahan, makan rumput disitu. Setelah kerbaunya ga makan lagi, saya bawa ke parit. Dimandiin. Sekalian juga saya main air.
Parit itu modelnya seperti jurang. Untuk sampe ke airnya, mesti turun dulu sekitar tujuh meteran. Mau pulang, baru kerasa azabnya, itu kerbau ga mau naik, ga bisa keluar dari parit.

Saya pukul pantatnya, ga maju-maju. Saya tarik, malah kasihan, muncungnya saja yang ketarik, badannya tetap dalam air. Untuk ini saya sampe berdoa. Kerbaunya saya temani sambil nunggu pertolongan.

Benaran, saya sudah dicari-cari. Dari jauh bapak sudah teriak supaya pulang. Tapi sambil ketakutan saya jawab klo kerbaunya ga mau pulang. Setelah dekat baru dibalas, bapak ajarin.

Sama bapak diajarin, kurang lebih seperti ini: Kamu ngomong saja, jadi contoh, ntar dia ikut. Ga usah dipaksa.

Talinya saya lepas, saya bilang sama kerbaunya, 'ayok pulang', sambil saya sendiri naik. Itu kerbau ternyata bisa naik sendiri.

Di rumah saya ga dimarahin karena menggembala. Dimarahinnya karena naik ke punggung kerbau dari kepala. Bahaya katanya. Klo ga nyaman, kerbaunya bisa menanduk.

 - PMTB

February 21, 2023

Pram dan Joesoef


Sampe mati, Pram dan Joesoef ga ngomongan. Ga bertegur sapa, ga temanan. Kita tahu kenapa, tapi begini jawaban Joesoef ketika ditanya: Versi saya tidak penting.

Kira-kira maksud Joesoef begini:
Ga perlu lagi diingat-ingat konflik yang lalu, alasan kenapa kita ga ngomongan. Buat saya, apa pun alasan atau jawaban yang kita kasih, akan menjadi jelek sekali karena kita sudah mengakui kesalahan kita atau meminta maaf. Meski ga dimaafkan, kan pasti ada rasa bersalah itu? Trauma yang jelek sekali klo mesti diingat-ingat?

Mungkin kalimat-kalimat di atas ga bisa menggambarkan apa yang saya rasakan. Ini ditulis bukan kerena menyambut ... , cuma ya karena udah bareng, udah ketawa-ketawa, konflik itu diungkit lagi. Perasaan saya jelek sekali. Saya pikir diksi itu saja yang pas. Sekalipun saya yang benar, perasaan saya pasti jelek sekali memberikan jawaban karena sudah saya maafkan. Masa kita mesti seperti Pram dan Joesoef?

Ga mau kan seperti Pram dan Joesoef? Ga mau kan ... ?

 - KNT

January 31, 2023

Puisi: Walau Hujan


Walau hujan,
aku tetap pergi ke sekolah

Walau hujan,
ibu tetap pergi ke pasar

Walau hujan,
ayah tetap pergi ke sawah

Karena hujan adalah rahmat Tuhan.

- ARS 


*Saya belum tahu siapa penciptanya, sumbernya dari buku paket Bahasa Indonesia SD.

December 26, 2022

Puisi: Isa - Chairil Anwar


Itu Tubuh mengucur darah, mengucur darah

Rubuh
Patah

Mendampar tanya: Aku salah?

Kulihat Tubuh mengucur darah
Aku berkaca dalam darah

Terbayang terang di mata masa
Bertukar rupa ini segera
Mengatup luka
Aku bersuka
Itu tubuh mengucur darah, mengucur darah

 - FAK

November 29, 2022

Tentang Niat


Namanya Niat. Asal Arab. Banyak sekali pandangan orang mengenai dirinya, tapi bagi Niat, tuhan saja yang menjadi perhatiannya. Entah tuhan yang mana, mungkin Zeus, mungkin Jupiter. Padahal Zeus dan Jupiter adalah sama.

Kasihan Niat, oleh teman-teman sering disalah-gunakan. Katanya yang penting Niat, padahal hasilnya mudarat. Hayo, coba ingat-ingat, seberapa seringkah Niat ga dibarengi dengan kesungguhan (baca: kompetensi)? Dihandalkan bukan karena handal, tapi emang karena ga ada orang lain lagi?

Niat sepertinya lupa, bahwa Niat juga manusia. Lulusan Otista Raya 64C ga lantas membuat Niat harus selalu tampil sempurna, tampil prima istilahnya klo di Diklat Prajab. Ke kantor ga boleh telat, pulangnya paling larut. Kerjaan udah banyak, tapi masih ditambah. Satu belum selesai, dikasih dua lagi. Dududududu.

Niat juga bisa capek, perlu istirahat. Niat juga bisa stress, ingin bahu untuk bersandar. Atau bahkan pelukan hangat? Cini cini cini, abang peyuk.

Saking tertekannya Niat atas kerjaan, sampai-sampai suatu waktu Niat keliru menggunakan kata "cuki." Padahal cuki adalah nama permainan, dikenal luas di daerah Timur Indonesia, asyik dimainin antara cowok dan cewek.

"Nona e, malam Minggu cuki ayok?"

Begitu contoh penggunaannya yang tepat. Ga percaya? Silakan lihat KBBI.

Tapi juga bukan berarti mengajak Niat untuk bermalas-malasan. Menjauhi syirik utamanya. Syirik artinya menyamakan sesuatu dengan Tuhan, bahwa ada yang kita takuti layaknya kita takut mengecewakan Tuhan. Pelakunya disebut musyrik. Klo Tuhan saja bisa kita nomorduakan, contohnya ga ibadah karena capek lembur, apalagi dengan deadline? Boss? Iya kan?

Pohon dikenal dari buahnya. Pohon yang baik, menghasilkan buah yang baik. Orang ga memetik anggur dari semak berduri. Akhirnya, mau ga mau, kita dikenal dari hasil kerja kita. “Our whole being; Everything about us” kata mas Nauval Yazid. Sikap, perilaku, determinasi, sampai isi rekening. Hahahah. Yang terakhir bikin meringis. Tapi jangan salah, tujuan bekerja kan ga cuma untuk dapatin rezeki, amal juga. Jadi makin banyak kerjaan, makin banyak rezeki. Klo ga dapat rezeki, mudah-mudahan makin banyak amalnya. Amin.

Itu saja dulu. Selamat sore. Selamat berakhir pekan Niat. Marniat yang Alay, eh, Agung. Yang lebih kejam dari pak Fahri Hamzah tapi ga berubah-berubah. Atau belum kali ya?

Salam, Mencret.

  - MS